Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus di mana whistleblower dalam kasus tindak pidana korupsi rentan mendapatkan “kriminalisasi” atau pelaporan balik oleh pihak yang dilaporkannya yang justru merugikan pribadi maupun keluarganya, khususnya apabila ia justru ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus pencemaran nama baik karena melaporkan dugaan kasus korupsi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, bertujuan untuk menganalisis dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum dalam perkara tindak pidana pencemaran nama baik terhadap saksi pelapor (whistleblower) kasus korupsi dan untuk mengetahui bagaimana upaya pemulihan nama baik para terdakwa yang tidak terbukti kesalahannya. Dari hasil penelitian ini adalah bentuk-bentuk perlindungan yang didapat oleh whistleblower pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban, adalah Saksi, Korban dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik dan dalam hal ini harus mendapatkan jaminan tidak dapat dituntut secara hukum apabila tidak ikut terlibat dalam tindak pidana yang dilaporkannya serta jaminan akan keamanan pribadi. Dalam kasus yang penulis angkat dikarenakan para terdakwa dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum maka hak para terdakwa dalam kedudukan dan harkat serta martabatnya haruslah dipulihkan.